Sunday, 21 July 2019

Aturan pembuatan surat peringatan pelanggaran karyawan

Dunia kerja yang banyak berhubungan atau interaksi dengan manusia tentu akan menemukan banyak kesalahan-kesalahan yang terjadi.

Kesalahan juga terbagi menjadi dua, yaitu kesalahan yang di sengaja maupun tidak sengaja. Kesalahan yang di sengaja misalkan tindak pencurian.


Sedangkan kesalahan yang tidak di sengaja misalkan menjatuhkan material di perusahaan ( Tetapi perlu analisis terlebih dahulu apakah benar-benar tidak di sengaja atau tidak ).

Meskipun tidak di sengaja, tetapi perusahaan tetap bisa memberikan SP kepada karyawan yang bersangkutan apabila di rasa pelanggaran yang di lakukan merugikan perusahaan, selagi tidak bertentangan dengan undang-undang.

Tujuan dari SP ini sebenarnya adalah melakukan pembinaan yang batasanya sebanyak tiga kali.

Jika seseorang sudah mendapatkan SP tiga, maka karyawan tersebut bisa di  berhentikan sepihak oleh perusahaan.

Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :

  1. Pekerja meninggal dunia
  2. Jangka waktu kontak kerja telah berakhir
  3. Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
  4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Jadi jika salah satu pihak melakukan pemutusan hubungan kerja sebelum masa kerja berakhir di tentukan, wajib membayar sisa upah sebesar upah pekerja sampai masa bekerja berakhir.

Berikut aturan pembuatan Surat peringatan di perusahaan.

1. Adanya pelanggaran


Perusahaan bisa membuat sebuah SP apabila terdapat pelanggaran yang di lakukan oleh pekerja sesuai dengan aturan di perusahaan.

Pembuatan SP ini juga bisa mengacu seberapa besar kesalahan yang di buat oleh karyawan tersebut.

Karena SP bersifat pembinaan, maka setelah adanya pelanggaran kerja, karyawan tersebut harus di bina dan di monitoring hasilnya.

Jadi karyawan bersangkutan masih memiliki kesempatan untuk melakukan perbaikan diri.

2. Urutan SP di perbolehkan tidak berurutan


Hal ini berkaitan dengan seberapa besar tingkat pelanggaran karyawan tersebut.

Kita tidak harus melakukan pengurutan SP mulai dari SP 1, SP 2 kemudian SP3, tetapi bisa langsung memberikan SP 2 atau 3 sesuai dengan berat pelanggaran atau sudah menyangkut tindak pidana.

Tetapi jika ingin menerapkan aturan tersebut, sebaiknya memcantumkan aturan untuk kategori beratnya pelanggaran terlebih dahulu di peraturan kerja atau perjanjian kerja, dan masa berlaku SP di setiap pelanggarannya. lihat referensi : Hukum Online

Hal ini untuk memperkuat dan menghindari kerancuan dari aturan di perusahan tersebut agar tidak bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku.

Standar kadar lama waktu berlakunya SP menurut undang undang Pasal 161 adalah 6 bulan, kecuali sudah di tetapkan bersama oleh kedua belah pihak.

3. Di perbolehkan tidak di tanda tangani oleh karyawan bersangkutan


Surat peringatan, meskipun tidak di tanda tangani oleh karyawan terkait hukumnya tetap berlaku, hal tersebut karena SP adalah bentuk pembinaan.

Tetapi perusahaan juga tidak boleh melarang karyawan bersangkutan untuk menanda tangani surat peringatan tersebut.

Dan yang terpenting, dari kedua belah pihak harus sama-sama tahu tentang di keluarkannya surat peringatan tersebut.

Sebelum membuat surat peringatan, sebaiknya kita mengambil beberapa langkah analisis terlebih dahulu seperti di berikan teguran secara lisan terlebih dahulu. Jika teguran lisan tidak di hiraukan, lakukan langkah berikutnya, yaitu melakukan konseling terhadap pelaku pelanggar aturan tersebut.

Konseling merupakan proses untuk mendapatkan informasi dari alasan pelanggar tersebut melakukan pelanggaran yang tidak di perbolehkan perusahaan.

Cari tahu terlebih dahulu mengapa karyawan tersebut tidak mengikuti aturan yang di berlakukan perusahaan, Konseling bisa di lakukan oleh staff ke atas atau yang mempunyai wewenang terhadap pelanggar peraturan tersebut.

Jika ternyata konseling juga tidak bisa mengatasi masalah tersebut, barulah kita keluarkan SP sesuai dengan peraturan perusahaan.

Jika sudah sampai SP 3, Kita bisa menyerahkan karyawan tersebut kepada bagian HR di perusahaan tersebut untuk di tindak lanjuti.

Secara ringkas tahapannya sebagai berikut :
  1. Teguran lisan
  2. Konseling
  3. SP 1,2 & 3
Selain itu, untuk menghindari banyaknya surat peringatan yang di keluarkan akibat dari kualitas SDM yang di gunakan, pihak perusahan sebaiknya melakukan filter di proses incoming atau perekrutan calon pekerja.

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments